Senin, 26 November 2012

Sentra Home Industri Bordir Tasikmalaya Busanamuslim Gamis Mukena Kerudung


B. Kerajinan Kain Bordir Desa Telagasari, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya 
1. Sejarah : Kerajinan kain bordir adalah usaha turun-temurun dari masyarakat Tasikmalaya, yang sudah ada sejak Jaman Belanda. Salah satu sentra pengusaha kain bordir di Kota Tasikmalaya adalah Desa Telagasari, Kecamatan Kawalu. Di desa ini terdapat banyak pengusaha kain bordir berskala besar, seperti: Turatex, Purnama, Ciwulan, Haryati, Bunga Tanjung, dan lain-lain. Seperti desa-desa lainnya, usaha kerajinan kain bordir sudah berlangsung turun-temurun sejak jaman Belanda. Alat
untuk membordir ketika itu masih bersifat manual, yang disebut dengan bordir gejek. Pada tahun 1960-an jenis bordir yang dihasilkan adalah kebaya dan pakaian tradisional Cina karena pemesannya kebanyakan dari kalangan etnis Tionghoa. Pada tahun 1970-an jenis kain bordir merambah ke jenis kain untuk ruangan (home interior), seperti: sprei, taplak meja, korden, dan lain-lain, terutama setelah menggunakan mesin bordir bertenaga listrik. Pada tahun 1980-an dominasi jenis kain bordir mulai bergeser ke pakaian-pakaian muslim, seperti: mukena, rukuh, baju koko, jilbab, dan lain-lain. Para pengusaha pada umumnya mempekerjakan karyawan lepas, yaitu mereka hanya datang ke perusahaan untuk mengambil bahan kain dan menyerahkan kembali setelah selesai dibordir. Pekerjaan membordir mereka lakukan di rumah masing-masing. Pihak pengusaha hanya meminjamkan mesin bordir. Para perajin kain bordir yang bekerja di perusahan tersebut pada umumnya juga hanya tinggal di Desa Telagasari dan desa-desa sekitarnya. 34 Pada tahun 2002 beberapa pengusaha mulai mengoperasikan mesin bordir otomatis yang dikendalikan melalui komputer. Mesin ini dapat mengerjakan pola bordir yang sama dalam jumlah banyak sekaligus (antara 12 s.d. 24 lembar kain). Pola dan desain juga dibuat melalui program komputer. Pada tahun 1990-an mesin semacam ini sudah pernah diperkenalkan kepada masyarakat, tetapi ditolak oleh para pejabat desa, dengan alasan agar tetap memberi lapangan kerja kepada masyarakat desa. Dengan adanya mesin bordir otomatis tersebut, maka akan mengurangi tenaga pembordir dalam jumlah banyak. Satu mesin dapat mengurangi 12 s.d. 24 orang pekerja karena pengusaha hanya memerlukan beberapa orang pekerja untuk mengoperasikan komputer. Adanya mesin bordir otomatis ini juga menyebabkan produksi kain bordir berlimpah, yang tidak diimbangi dengan kelancaran pemasarannya. Akibatnya, harga kain bordir menjadi jatuh. Tetapi karena tuntutan perkembangan jaman, maka masuknya teknologi mesin bordir otomatis tidak dapat dicegah, dan konsekuensinya adalah menimbulkan pengangguran baru dan turunnya harga kain bordir.

2. Teknologi Pengerjaan : Pengerjaan kain bordir terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap pembuatan desain, pembordiran, dan penjahitan. Masing-masing tahap dilakukan oleh orang yang berbeda, sesuai dengan spesialisasinya. Tahap pembuatan desain dilakukan secara khusus oleh para desainer. Desainer mempunyai peranan penting bagi perkembangan perusahaan karena setiap perusahaan harus mempunyai ciri-ciri motif sendiri dan motif-motif tersebut harus disukai oleh konsumen. Mereka menggambar pola-pola hiasan pada kain dengan menggunakan pensil. Motif-motif yang banyak digunakan adalah tumbuhan, bunga, dan geometris. Keahlian para desainer pada umumnya diperoleh berdasarkan pengalaman, bukan karena hasil pendidikan formal. Tahap kedua, yaitu pembordiran, sebagian besar dilakukan di rumah masing-masing perajin, walaupun ada pula yang dilakukan di bengkel kerja perusahaan. Mereka yang membordir di bengkel kerja perusahaan pada umumnya masih dalam taraf berlatih dari 35 tingkat dasar ke tingkat trampil, tetapi belum masuk tingkat mahir. Alat-alat yang digunakan untuk membordir, antara lain: a. Mesin bordir berpenggerak tenaga listrik b. Opal Bentuk opal menyerupai alat yang digunakan untuk menyulam, yaitu sepasang kayu berbentuk lingkaran, digunakan untuk menjepit bagian kain yang akan dibordir. Kain yang tejepit di tengah opal akan terentang secara merata, sehingga mudah untuk dibordir. c. Benang-benang warna Benang-benang tersebut dimasukkan ke dalam jarum mesin bordir, berfungsi untuk mengisi bordiran. Setiap kali bagian yang dibordir harus diganti warnanya, perajin harus mengganti benang dengan warna yang diinginkan. Para pekerja melakukan pembordiran berdasarkan desain yang sudah digambarkan pada kain. Namun terkadang mereka juga melakukan improvisasi-improvisasi dari desain yang dibuat oleh para desainer. Tahap ketiga, yaitu penjahitan. Di dalam tahap ini kain-kain yang sudah dibordir dibentuk menjadi bermacam-macam pakaian atau kain jadi, seperti: mukena, baju koko, busana muslimah, taplak meja, kebaya, sarung bantal, peci, dan lain-lain. Bahan dasar kain bordir di samping diperoleh dari Tasikmalaya sendiri, sebagian besar justru diperoleh dari kota-kota lain, seperti: Bandung, Jepara, dan Pekalongan. Untuk memperoleh kain dasar dan benang warna yang diinginkan, biasanya pengusaha yang datang sendiri ke kota-kota tersebut. Hal yang menarik adalah, sebagian besar tenaga pembordir justru kaum laki-laki, terutama para pemuda. Hal ini mungkin dikarenakan kerajinan kain bordir merupakan lapangan kerja yang cukup menjanjikan, sehingga banyak kaum laki-laki yang tidak terserap di lapangan pekerjaan lain memilih bekerja sebagai pembordir. Sedangkan kaum wanita sudah banyak terserap ke industri kerajinan lainnya, seperti anyaman mendong, kelom geulis, payung kertas, dan lain-lain. Tenaga pembordir mendapat upah rata-rata Rp 35.000,00 per hari, dengan jam kerja dari pukul 7.00 s.d. 16.00. Dahulu ketika masih menggunakan mesin bordir manual (digerakkan dengan tenaga kaki), para pembordir didominasi oleh 36 kaum perempuan. Menurut keterangan salah seorang pengusaha, ketika masih menggunakan mesin bordir manual hasil produksinya memang sangat terbatas, tetapi kualitasnya sangat baik. Sebaliknya, ketika sudah menggunakan mesin bordir listrik, produksinya sangat banyak, tetapi kualitasnya menjadi kurang baik. Pembordir lepas digaji dengan sistem borongan, seberapa banyak bordiran yang ia dapatkan, maka sejumlah itu pula yang dibayar oleh pengusaha. Jumlah tenaga pembordir juga bersifat musiman. Pada musim ramai order tenaga pembordir meningkat, tetapi berkurang pada musim sepi order. Musim ramai order bagi pembordir terjadi menjelang Bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, hingga Hari Raya Idul Adha.

3. Pemasaran : Pengusaha bordir pada umumnya mempunyai sejumlah perajin, yang terdiri dari pembuat desain, pembordir, dan penjahit. Pembuat desain bertugas membuat pola-pola hiasan pada kain yang akan dibordir. Kemudian kain-kain yang telah diberi pola tersebut diserahkan kepada pembordir untuk dibordir dengan mesin. Hasil bordiran ada yang dijual sebagai kain bahan pakaian, ada pula yang langsung dijahit menjadi pakaian jadi atau kain jadi, misalnya sarung bantal, taplak meja, seprei, korden, dan lain-lain. Tiap-tiap pembuat desain senantiasa berinovasi untuk membuat desain- desain baru agar dapat memenuhi tuntutan konsumen. Baik pembuat desain, pembordir, maupun penjahit pada umumnya adalah pekerja lepas, yaitu: mereka tidak bekerja di bengkel kerja pengusaha, tetapi mengambil sejumlah kain untuk dikerjakan di rumah dan setelah selesai diserahkan kepada pengusaha bordir. Dalam hal ini upah yang diterima adalah upah borongan, yaitu dihitung berdasarkan panjang kain yang dihasilkan. Pihak pengusaha hanya meminjamkan perangkat mesin bordir kepada para pembordir dan mesin jahit kepada penjahit. Untuk pengusaha kain bordir yang cukup berhasil dan mempunyai ruang pamer (show room) di tempat usahanya, mereka juga mempekerjakan pegawai untuk melayani pembeli dan pemesan yang datang ke ruang pamer tersebut. Untuk penyediaan bahan baku berupa kain dan benang bordir, para pengusaha memperolehnya dari pabrik-pabrik dari kota- 37 kota lain, seperti: Bandung, Jepara, dan Pekalongan. Hampir semua kain yang digunakan adalah produk lokal, boleh dikatakan hanya sedikit bahan baku kain yang diimpor dari negara lain. Dengan demikian anggapan bahwa bahan baku kain harus diimpor dari negara lain, seperti yang diduga oleh kebanyakan masyarakat, tidak sepenuhnya benar. Dalam upaya memasarkan hasil produksinya, para pengusaha dapat mendistribusikan sendiri. Kebanyakan di antara mereka menjualnya ke sentra-sentra kain di Jakarta, seperti Pasar Tanah Abang dan Cipulir, setidak-tidaknya dua kali seminggu, yaitu pada hari Senin dan Kamis. Namun bagi pengusaha yang sudah mempunyai nama, seperti Air Tanjung, Turatex, Haryati, Ciwulan, dan lain-lain, mereka tidak perlu memasarkan sendiri ke kota-kota lain karena pemesan datang dengan sendirinya. Sebagian besar kain bordir mereka diborong oleh para distributor, yang kemudian menjualnya ke kota-kota lain. Distributor juga bertindak sebagai agen pengekspor kain bordir ke negara-negara lain. Pada umumnya negara-negara yang menjadi target pemasaran adalah yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti: Malaysia, Arab Saudi, Brunei Darusallam, dan Yordania. Hal ini tidak mengherankan, mengingat kain bordir yang sudah jadi pada umumnya adalah pakaian muslim, seperti mukena, baju koko, rukuh, jilbab, dan lain-lain. Permintaan kain bordir juga meningkat menjelang perayaan hari-hari besar umat Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Sebaliknya, ketika pada bulan-bulan sepi, pengusaha secara aktif mencari rekanan-rekanan yang membutuhkan jasa bordir pakaian agar penghidupan para perajin tetap dapat berjalan. Banyaknya jumlah pengusaha kain bordir di Tasikmalaya menyebabkan mereka mendirikan organisasi GAPEBTA (Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya). Organisasi ini bertujuan membantu anggotanya mencari strategi agar tercipta jaringan pemasaran produk kain bordir. Di samping itu juga membantu permodalan bagi anggotanya. Dapat dikatakan bahwa sejarah berdirinya GAPEBTA adalah adanya kepentingan bersama untuk mendistribusikan hasil kerajinan kain bordir ke konsumen. Wujud kegiatan GAPEBTA, antara lain telah berhasil mencarikan kios-kios untuk berjualan di berbagai kota besar, seperti: Jakarta, Bandung, Solo, dan Yogyakarta. Khusus untuk Jakarta, kios-kios pengusaha dari Tasikmalaya dapat dengan 38 mudah ditemui di Pasar Tanah Abang. Mereka yang membeli kios- kios di kota-kota besar tersebut meminjam modal dari GAPEBTA dan mengangsurnya kembali dalam jangka waktu tertentu. Pada saat ini GAPEBTA telah memiliki anggota sekitar 800 pengusaha kain bordir, dan setengah lebih di antaranya sudah memiliki kios- kios pemasaran di berbagai kota besar. Sebagaimana telah disebutkan di atas, kain bordir Tasikmalaya diekspor ke negara-negara Asia Tenggara maupun Timur Tengah, seperti: Malaysia, Arab, Brunei Darussalam, dan Yordania. Pengusaha tidak melakukan ekspor sendiri, melainkan menggunakan jasa distributor. Mereka yang mengambil kain bordir dari pengusaha, kemudian menjualnya ke negara-negara tujuan. Pesanan biasanya mulai ramai sejak tiga bulan sebelum bulan Ramadhan dan menurun kembali setelah Hari Raya Idul Adha. Untuk menjaga kualitas barang, apabila pesanan datang dan mereka merasa tidak mampu untuk mengerjakan, maka pesanan tersebut ditolak. Untuk memenuhi omset, beberapa pengusaha bordir skala kecil bekerja sama dengan pengusaha bordir skala besar yang telah mempunyai merek dagang. Bila pengusaha bordir skala besar mendapat banyak pesanan, mereka melimpahkan pesanan ke pengusaha skala kecil untuk membantu menyelesaikan omset, sedangkan produknya dijual dengan merek pengusaha bordir skala besar tersebut. Di samping pasaran luar negeri, kota-kota yang menjadi tujuan pemasaran, antara lain: Bandung, Cianjur, Kotabumi, dan Jakarta. Khusus untuk Kota Jakarta, mereka datang setiap hari Senin dan Kamis.

4. Peranan Pemerintah : Pemerintah Kota Tasikmalaya mempunyai visi dan misi yang sangat menunjang kegiatan kewirausahaan masyarakatnya. Misi dari Kota Tasikmalaya, seperti yang termaktub dalam Perda No.2 tahun 2003, menyebutkan bahwa ”Dengan berlandaskan Imam dan Taqwa, Kota Tasikmalaya menjadi pusat perdagangan dan industri termaju di Priangan Timur tahun 2012”. Sedangkan misi dari Kota Tasikmalaya adalah sebagai berikut (Brosur Dinas Perindustrian 39 dan Perdagangan Kota Tasikmalaya, Bidang Pengembangan Penanaman Modal, Tahun Anggaran 2006, hlm. 2). a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa. b. Menigkatkan kesadaran hukum dan menegakkan supremasi hukum. c. Menumbuhkan kekuatan ekonomi kota. d. Menciptakan pemerintah yang profesional dan bersih. e. Mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. f. Mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan. g. Mengoptimalkan dan membangun sarana dan prasarana kota. Visi dan misi Kota Tasikmalaya di bidang kewirausahaan tersebut diturunkan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Adapun visi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasik malaya adalah: “Industri dan perdagangan menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan ekonomi Kota Tasikmalaya mempunyai daya saing tinggi di wilayah Priangan Timur Tahun 2012”. Sedangkan misi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya adalah (Brosur Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya, Bidang Pengembangan Penanaman Modal, tahun anggaran 2006, hlm. 4). a. Meningkatkan dan mengembangkan sumber daya manusia, baik sumber daya manusia aparatur maupun para pengusaha/perajin. b. Menciptakan iklim usaha yang kondusif melalui pelayanan prima kepada masyarakat dan dunia usaha yang transparan dan akuntabel. c. Mengembangkan pasar dalam negeri dan sistem distribusi yang efektif dan efisien serta membudayakan penggunaan produk dalam negeri. d. Meningkatkan dan mengembangkan penyelenggaraan perlindungan konsumen yang dapat menjamin hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. 40 e. Meningkatkan dan mengembangkan keterkaitan antara sektor industri dan perdagangan dengan sektor ekonomi lainnya. f. Mengembangkan industri dan perdagangan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. g. Meningkatkan penyediaan informasi yang lengkap, benar, mutakhir, secara profesional, serta mampu memenuhi tuntutan masyarakat dan dunia usaha. h. Mengembangkan ekspor non migas Kota Tasikmalaya. Peranan pemerintah daerah terhadap pengusaha kain bordir, antara lain dengan memperkenalkan stake holder dari negara lain ke bengkel kerja para pengusaha, mengikutsertakan pengusaha kain bordir di dalam pameran-pameran kerajinan rakyat, mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat yang berminat menekuni kerajinan kain bordir, dan memberikan pinjaman bunga ringan kepada para pengusaha. Namun mengingat banyaknya jumlah pengusaha kain bordir, belum semuanya memperoleh fasilitas yang diberikan pemerintah daerah. Pemerintah daerah juga membuat kebijakan strategi pengembangan bagi pengusaha kain bordir. Hal ini dikarenakan faktor eksternal yang mempengaruhi bidang usaha bordir cukup besar. Maka dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan usaha bordir, sedapat mungkin meminimalisasi pengaruh faktor- faktor eksternal dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Orientasi pasar bordir harus tetap berorientasi ekspor. Kalau mungkin mencari peluang-peluang baru ekspor. Antara lain dengan mengikuti pameran-pameran di luar negeri melalui koperasi setempat. b. Peningkatan keterampilan perajin dengan arahan pada peningkatan mutu dan desain produk yang lebih variatif, sehingga produk yang dihasilkan dapat memikat konsumen. Antara lain dengan memperkenalkan desain-desain dari luar negeri agar dapat dikembangkan oleh para perajin. c. Adopsi inovasi teknologi baru yang dapat meningkatkan penggunaan komponen lokal serta efisiensi proses produksi yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing produk di pasar. 41 d. Penataan kelembagaan kemitraan antara pemilik modal dengan perajin. Sehingga kedua belah pihak memiliki keseimbangan yang proporsional dalam perolehan pendapatan dan resiko. Dalam rangka menyediakan sumber daya manusia yang handal dalam membordir, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya dan BUMN juga menjalin kerjasama dengan pihak swasta. Pihak Dinas menyediakan dana, sementara pihak swasta bertanggung jawab mendidik dan melatih tenaga kerja agar siap terjun ke usaha bordir. Salah satu pihak swasta yang ditunjuk oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya untuk menjalankan diklat adalah C.V. Dewi Nugraha, yang berlokasi di Jl. Panunggal no. 63, Tasikmalaya. CV ini memberikan pelatihan selama tiga bulan. Dalam satu tahun CV ini mampu menyelenggarakan tiga kali pelatihan. Setiap angkatan pelatihan mampu menghimpun siswa sekitar 75 orang. Di samping diberi pelatihan, setiap siswa juga mendapat uang saku sebanyak Rp 30.000,- per hari. Selama tiga bulan pelatihan, siswa dididik melalui tiga tingkatan, yaitu: tingkat dasar, tingkat terampil, dan tingkat mahir. Para siswa yang lulus biasanya sudah siap ditampung oleh perusahaan-perusahaan kain bordir yang membutuhkannya. Sebaliknya, perusahaan kain bordir yang membutuhkan tenaga kerja hanya tinggal menghubungi CV tersebut.

5. Permasalahan : Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh para perajin kain bordir, antara lain. a. Beberapa perajin mengkhawatirkan adanya mesin-mesin bordir otomatis yang dioperasionalkan dengan komputer. Adanya komputerisasi kain bordir menyebabkan kebutuhan akan tenaga pembuat desain dan pembordir berkurang. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran. Di samping itu, banyaknya produk yang dihasilkan dari mesin yang dioperasikan dengan komputer menyebabkan harga produksinya jatuh di pasaran. b. Belum semua pengusaha bordir di Tasikmalaya bergabung dalam GAPEBTA karena alasan-alasan tertentu, seperti kurang modal, belum merasakan manfaatnya, dan lain-lain. 42 c. Belum semuanya pengusaha dan perajin kain bordir memperoleh fasilitas yang diberikan pemerintah daerah

Sumber artikel diatas adalah dari hasil penelitian yang disimpan di www.budpar.go.id/userfiles/file/5201_1445-4_INDUSTRIBUDAYA1OKE.pdf
Photo-photo ditambahkan hanya untuk mempercantik artikel ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar